Pemerintahan
Nelayan Kondang Merak Jadi Aktivis Laut
KABARMALANG.COM – Nelayan ini layak dikenang warga Malang. Namanya Aral Subagyo. Dia ikut mengubah cara pelaut Kondang Merak menangkap ikan.
Bagyo menyandang gelar baru : pecinta lingkungan dan pelindung penyu.
Padahal dulu dia dicap penghancur terumbu karang. “Saya pernah berburu ikan dengan cara merusak,” ujarnya.
Dia lemparkan bom ke laut agar tangkapan berlimpah. Pun, nelayan ini memakai racun. Sekali potas, Bagyo meraup banyak ikan.
Tidak perlu tebar jaring. Tidak usah pula menghapal lokasi ikan bergerombol di laut. Masa bodoh terumbu karang luluh lantak.
Asal pelaut ini bisa penuhi kuota tengkulak. Cara brutal itulah yang diwarisi Bagyo kecil dari orangtuanya. Yakni nelayan asal pantai Lumajang.
Yang lokasi kampungnya di pesisir selatan. Kebrutalan penjala ikan di laut Lumajang seperti wabah belalang. Yang merusak lahan padi lalu pergi.
Dihabisi semua terumbu karang sampai ikan tak bersisa. Lalu pergi menarget laut lain.
Para bahariwan itu lalu membidik pantai Kondang Merak. Dulu, pantai ini masih perawan. Mereka migrasi ke sana sebelum reformasi.
Bagyo remaja memutuskan mandeg sekolah untuk meneruskan pekerjaan orangtuanya. Yaitu, menjadi nelayan juga.
Sehingga, ijazahnya di Lumajang hanya SMP. Dia menyusul orangtuanya ke Malang beberapa tahun kemudian.
Di Kondang Merak-lah Bagyo melanjutkan cara brutal berburu ikan. Sama seperti yang pernah dipraktikkan orangtuanya di Lumajang.
Sirip Hiu dan Daging Lumba-Lumba Jadi Menu Makanan
Kehancuran Kondang Merak diperparah dengan tren menu ekstrem. Restoran di berbagai kota menyajikan santapan satwa dilindungi. Tangkapan nelayan laut selatan dianggap paling lezat.
Bakul ikan pun membanjiri Kondang Merak. Harga mahal dipatok para penangkap ikan. Kulit lumba-lumba dipatok Rp 50 ribu sekilo. Kikil penyu Rp 80 ribu. Hiu lebih mahal lagi.
“Kami pernah tangkap penyu seberat 100 kilogram. Satu kali berlayar, bisa dapat 6 penyu,” ceritanya. Hiu pun boleh ganas di laut. Pengapesannya adalah nelayan Kondang Merak.
“Saya pernah menangkap hiu seberat 1,8 ton. Harga jualnya Rp 28 juta,” tambahnya. Pelaut Kondang Merak makin kaya. Lautnya kian miskin.
Pesisir Malang selatan dieksploitasi selama satu dekade. Ini terjadi sekitar tahun 2000-2010.
Dikejar Polisi, Di-Blacklist Dinas Perikanan
Akibatnya, kebrutalan pelaut Kondang Merak terdengar penegak hukum. Bagyo bahkan sempat masuk dalam Daftar Pencarian Orang. Dia dikejar-kejar polisi.
Pemerintah pun ikut-ikutan bertindak. Bagyo juga masuk daftar hitam Dinas Perikanan dan Kelautan.
Dia dilarang menangkap ikan di laut. Dalam persembunyian dia makin tidak leluasa berburu ikan.
Pun, pantai Kondang Merak sudah kadung rusak. Ekosistem laut di sana punah.
Tangkapan ikan sepi. Bahariwan sudah jarang dapat penyu. Sudah bagus kalau pulang layar bisa bawa satu.
Pelaut di sana merugi. Kadang pakpok. Kadang tekor.
Penangkap ikan Kondang Merak tidak lagi kaya seperti dulu. Puluhan juta dari jualan hiu hanya masa lalu.
Kondang Merak Kedatangan Aktivis Asal Singosari
Kala kemiskinan melanda penjala ikan, datanglah harapan baru. Seorang aktivis lingkungan mendatangi Kondang Merak.
Dialah Andik Syaifudin Ketua Sahabat Alam Indonesia. Inilah Organisasi non profit yang nantinya didirikan bersama Bagyo.
Andik adalah mantan montir mesin kelautan PT Altrak 1978. Suplier mesin tambang dan alat berat. Andik berasal dari Singosari Malang.
Jarak rumahnya 77 kilometer dari Kondang Merak. Dia mulai mendatangi pantai Malang selatan tahun 2010. Perusakan Kondang Merak menggerakkannya.
Dia sambangi kampung nelayan itu tiga kali seminggu. Selama dua tahun. Dia pulang pergi Singosari-Kondang Merak. Tanpa bayaran. Pakai kendaraannya sendiri.
Andik getol menegur bahariwan di Kondang Merak. Sebab, satwa dilindungi masih diburu.
Kehadiran Andik sempat membuat masyarkat pesisir Kondang Merak risih. Karena, dia senang nggelibet di sekitar kandang penyu buruan.
“Anda tidak kasihan dengan penyu yang disembelih itu,” kenang Bagyo menirukan teguran Andik.
Saat itu, Bagyo tidak senang dengan kehadiran Andik. Dia bahkan membencinya karena ikut campur di kampung nelayan.
“Siapa kamu. Kamu tidak beri aku penghasilan. Ngapain kamu ngurus caraku cari makan.”
Itulah makian kepada Andik. Yang membuat Bagyo malu sekarang kalau mengingat itu.
Malu karena Andik datang untuk menolong laut. Juga menolong penjala ikan yang sedang putus asa dan miskin.
Transformasi Kondang Merak
Warga di sana makin putus asa. Hingga akhirnya, Bagyo memutuskan mendatangi Andik untuk minta tolong. Andik memberi solusi untuk memulihkan ekonomi nelayan.
Dia memberitahu cara ramah lingkungan menangkap ikan. Tidak perlu merusak terumbu karang. Tidak pula memusnahkan ekosistem laut Kondang Merak.
“Caranya adalah cangkok terumbu,” kata Bagyo. Andik mendatangkan bibit terumbu karang dari luar daerah. Bagyo memasang karang itu di titik yang pernah dibom.
Satu demi satu bahariwan berubah. Mereka terinspirasi. Kondang Merak bertransformasi.
Para perusaknya menjadi bodyguard laut dan dokter terumbu karang. Warga pesisir belajar menjaga ekosistem laut dari Andik.
Aral Subagyo (paling kiri) saat menebar bibit ikan terumbu karang.
Penangkaran penyu didirikan. Desa wisata nelayan dihidupkan. Itu sembari mencangkok bibit terumbu karang di lepas pantai.
Dinas Perikanan mencabut blacklist terhadap Bagyo. Pemkab Malang mulai mendorong revitalisasi Kondang Merak.
Bahkan ronda keamanan hutan pantai digelar. Pemburu liar diusir pergi. Kondang Merak tak boleh lagi dieksploitasi.
Kelahiran SALAM, Sahabat Alam Indonesia
Nelayannya menjadi benteng. Mereka menjadi pelindung pantai dengan nama Salam. Yaitu, Sahabat Alam Indonesia.
Andik dijadikan ketua. Bagyo wakilnya. Organisasi ini bertekad menyehatkan Kondang Merak.
Lima tahun lamanya mereka bersabar melindungi Kondang Merak. Tepat pada 2017 jerih payah ini berbuah.
Terumbu karang yang pernah mati dibom subur lagi. Ikan mulai berlimpah. Bahariwan selatan pun bangkit. Dipancinglah Kondang Merak dengan sukacita.
Bedanya, mereka tidak pakai bom ikan. Potas disingkirkan. Tak ada pembunuhan penyu dan hiu.
Cara lama ditinggalkan. Kondang Merak bernapas. Pantai ini makin terkenal.
Kampus-kampus datang penelitian. Ahli kelautan perkenalkan teknologi untuk memancing ikan. Nelayan jadi pandai.
“Kami menangkap ikan dengan aplikasi deteksi gelombang,” sambung pria 35 tahun itu.
Bagyo memakai Surf Forecast dan Windy untuk membaca laut. Bagyo bisa memprediksi pasang surut laut.
Kapan gelombang tinggi. Kapan angin berembus kencang. Aplikasi Windy bahkan menyediakan ramalan memancing.
Sasaran pancingan juga presisi. Cara ini baru bagi nelayan Kondang Merak. Lebih ramah lingkungan.
Bagyo bisa memancing ikan yang mahal-mahal. “Kami buru ikan seperti kerapu dan kakap,” tambahnya.
Kampung nelayan bisa makmur lagi. Tanpa menangkap lumba-lumba. Tak perlu juga merusak lautan.
Bagyo berhasil menghentikan lingkaran setan pekerjaan nelayan perusak. Dia tidak akan menurunkan kebrutalan kepada generasi berikutnya. Cara ramah menangkap ikan yang diwariskan.
“Kondang Merak adalah masa depan anak cucu kita nanti,” tutupnya.(carep-04/yds)
-
Edukasi3 tahun yang lalu
Server Ujian Down, Mahasiswa UT Sambat
-
Edukasi3 tahun yang lalu
Server Ujian UT Disoroti DPR RI
-
Ekbis4 tahun yang lalu
Pancasila Sebagai Landasan Dasar Negara
-
Hukrim3 tahun yang lalu
Merampok dan Memperkosa, Pria Donomulyo Didor
-
Ekbis4 tahun yang lalu
Sumber Gentong Buat Ngadem, WSG Pilihan Kuliner
-
Peristiwa3 tahun yang lalu
Kereta Tanpa Lokomotif Jalan Sendiri Dari Stasiun Malang Kota Baru
-
Edukasi3 tahun yang lalu
Penundaan Ujian UT, Ini Kata Warek 3
-
Serba Serbi3 tahun yang lalu
Pintu Tol Madyopuro Resmi Beroperasi
Pingback: Gowes Sutiaji Di Kondang Merak Kabupaten Malang Viral