Connect with us

Ekbis

Cukai 2021 Naik, Gapero Khawatir Rokok Ilegal Makin Merajalela

Diterbitkan

,

Cukai 2021 Kabarnya Naik, Gapero Khawatir Rokok Ilegal Makin Brutal
Cukai rokok di tahun 2021 kabarnya naik, Gapero khawatir peredaran rokok ilegal bisa makin merajalela. (Foto : carep-04)

 

KABARMALANG.COM – Perusahaan rokok di Indonesia tertekan dengan kemunculan isu cukai naik pada 2021.

Ketua Gabungan Perusahaan Rokok (Gapero) Sulami Bahar mengharap tarif cukai tidak naik tahun ini. Karena, pelaku Industri Hasil Tembakau mengharap ada pengurangan beban.

Sehingga, keputusan kenaikan cukai untuk tahun 2021, sangat memberatkan bagi produsen dan petani.

Secara agregat di segala segmen sepanjang 2020, produksi IHT mengalami kontraksi produksi mencapai -9,7 persen.

Sementara, perkembangan hingga Mei 2021, tren penurunan produksi masih terjadi. Yakni di kisaran -4,3 persen dari tahun 2020.

Sulami mengatakan tren negatif masih terus berlanjut. Karena pandemi memang terbukti menurunkan daya beli masyarakat.

Bukan tidak mungkin, katanya, penurunan produksi tahun ini lebih tajam dari tahun lalu. Karena pengendalian pandemi belum ada perbaikan signifikan.

“Justru saat ini malah meledak lagi dan terjadi pengetatan. Produsen mengurangi produksi karena penurunan permintaan konsumen. Petani kekurangan serapan permintaan dari sektor hilir. Kami sebagai produsen bisa tetap produksi saja sudah syukur,” tutur Sulami, Senin (1/7).

Kabar Lainnya : Bea Cukai Musnahkan Jutaan Batang Rokok Ilegal dan Ribuan Miras.

Karena itu, pelaku IHT kembali cemas dengan isu agar tarif cukai kembali naik. Serta, isu penyederhanaan struktur tarif cukai.

Meski bukan isu baru, kedua hal ini cenderung membuat pelaku industri khawatir akan nasib mereka setiap tahunnya.

Terlebih, risiko kehilangan pekerjaan akibat pandemi juga di depan mata. Beragam efek domino negatif kian mengintai industri ini dari berbagai arah.

Ketua GAPPRI Henry Najoan mengamini. Kenaikan cukai dan simplifikasi adalah faktor pendorong besar tekanan industri.

“Kita lihat saja sekarang ini produksi sudah turun. Nanti bisa sangat berkurang lagi,” katanya.

Simplifikasi tarif cukai akan paling terasa oleh produsen tembakau golongan II dan III. Atau yang produksinya belum mencapai tiga miliar batang.

Menurut Henry, jika kembali berlaku, di tengah pandemi, efek terbesar adalah hilangnya produsen tembakau.

“Pasti yang akan berguguran duluan golongan II dan III. Dan jika demikian, nanti rokok ilegal makin meningkat,” lanjutnya.

Dia juga meminta perlindungan pemerintah ke industri terus ada, termasuk rokok jenis kretek.

“Peraturan-peraturan yang menyebabkan industri ini makin terpuruk. Misalnya ya, ancaman aturan simplifikasi dan kenaikan cukai yang eksesif,” ringkasnya.

Kabar Lainnya : Wali Kota Malang Tinjau Buruh di Pabrik Rokok.

Menurutnya, ini akan terus mempengaruhi serapan bahan baku dari petani dan mengganggu tenaga kerja.

“Serta mengganggu pendapatan dari para pengecer atau penjual rokok. Juga pendapatan negara dalam hal cukai dan perpajakan,” tegasnya.

Faktanya, tidak lama setelah Kemenkeu menaikkan tarif rata-rata cukai rokok 2020 sebesar 23 persen, jumlah rokok ilegal justru naik hampir 60 persen.

Data survei terakhir Kementerian Keuangan menyebut, pada tahun 2019 rokok ilegal ada di kisaran 3 persen. Kemudian, naik 4,8 persen di tahun 2020.

Pola ini sangat mungkin terulang bahkan meningkat. Yakni ketika tarif cukai kembali naik 12,5 persen tahun 2021.

Kabar Lainnya : Bea Cukai Malang Musnahkan Puluhan Sex Toys.

Jika cukai akan kembali naik tinggi, terlebih di masa pandemi, pasti akan memberatkan IHT.

Selain karena penanganan belum baik, dari sisi daya beli masyarakat belum bisa pulih dalam waktu dekat.

Padahal, rokok memang salah satu barang konsumsi utama masyarakat Indonesia. Tetapi kalau yang legal naik, justru meningkatkan permintaan terhadap rokok ilegal.

Celah kekosongan pasokan dari produk legal bisa jadi bakal terisi produk ilegal. Sehingga, dari sisi konsumsi, akan banyak efek domino buruk.

Perdagangan rokok ilegal, tidak akan menerapkan azas-azas keamanan pemerintah. Sedangkan, pelaku niaga rokok legal ketat mematuhi aturan.

Terlebih, kini penjualan rokok ilegal bisa terjadi di mana saja. Sehingga konsumsinya pun makin tidak terkontrol.

Salah satunya target prevalensi perokok pada usia dini. Bisa makin jauh. Rokok ilegal terjual bebas dan lebih murah, jadinya siapa saja bisa mendapatkannya.

Di masa pandemi seperti ini produksi rokok legal bisa saja turun. Tetapi permintaan riilnya bisa tetap stabil atau naik karena rokok ilegal masuk.

Kabar Lainnya : Diterjang Isu Tsunami, Pengunjung Pantai Selatan Merosot.

Hal ini tidak hanya merugikan pelaku IHT di segala layer. Tetapi juga pemerintah yang tidak akan mendapat tambahan penerimaan negara.

Kajian INDEF pada tahun lalu, menghitung kerugian negara sampai Rp 4,38 triliun akibat rokok ilegal.

Ini hanya berasal dari data realisasi tindakan Bea Cukai. Sementara, fakta di lapangan, rokok ilegal masih sangat marak

Anggota Komisi XI Fraksi Golkar Mukhamad Misbakhun mengakui cukai hasil tembakau adalah pilar penerimaan negara yang penting.

Tetapi dia mengatakan, memaksa tarif cukai naik di 2021 dengan orientasi penerimaan negara semata bisa membuat kontraksi industri tembakau secara keseluruhan.

Dampak yang paling terlihat, katanya, adalah penurunan produksi yang sudah terlihat saat ini.

“Menurut saya adanya roadmap IHT bisa jadi solusi. Tetapi roadmap harus komprehensif sesuai dengan situasi dan melibatkan seluruh stakeholder dalam negeri. Tidak seperti menaikkan tarif cukai tahun 2020 yang berlandaskan roadmap Bloomberg,” ujarnya.(carep-04/yds)

Terpopuler

// width=
Marketing Kabarmalang.Com
Aktifkan Notifikasi OK Tidak Terimakasih