Connect with us

Hukrim

Pasal Santet di RUU KUHP, Bagaimana Pembuktiannya ?

Diterbitkan

,

KabarMalang.com – Adanya pasal santet di RUU KUHP mendapat kritikan pedas. Jika pasal itu disahkan, maka akan sulit membuktikannya.

“Pasal santet juga ada, terus bagaimana membuktikannya,” kritik dosen hukum Universitas Brawijaya Prija Djatmika, Kamis (5/9).

Menurut Prija, pasal tersebut mesti harus dihapus, untuk tidak dimasukkan dalam KUHP. Jika memang harus dikenakan pidana, untuk dilakukan uji materi dan kajian lebih jauh.

“Sementara DPR telah mendeadline pengesahan pada 24 September nanti,” keluhnya.

Dia berharap, Panja lebih mengedepankan kehatian-hatian dalam merancang KUHP baru. Jangan sampai, karena tergesa-gesa, hal yang semestinya tak rasional terlalu dipaksakan.

“Kami harap ditunda, diberikan kepada anggota DPR baru, untuk dilakukan kajian lebih dalam,” tuturnya.

Pasal santet termuat dalam Pasal 260 dan masuk paragraf ‘Penawaran untuk Melakukan Tindak Pidana’. Pasal 260 ayat tersebut berbunyi:

Setiap orang yang menyatakan dirinya mempunyai kekuatan gaib, memberitahukan, memberikan harapan, menawarkan atau memberikan bantuan jasa kepada orang lain bahwa karena perbuatannya dapat menimbulkan penyakit, kematian, penderitaan mental atau fisik seseorang dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun atau pidana denda paling banyak Kategori IV.

Nah, bila perdukunan itu dijadikan mata pencarian, hukumannya diperberat. Hal itu diatur dalam Pasal 260 ayat 2:

Jika setiap orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melakukan perbuatan tersebut untuk mencari keuntungan atau menjadikan sebagai mata pencaharian atau kebiasaan, pidananya dapat ditambah dengan 1/3 (satu per ­tiga).

“Ketentuan ini dimaksudkan untuk mengatasi keresahan masyarakat yang ditimbulkan oleh praktik ilmu hitam (black magic), yang secara hukum menimbulkan kesulitan dalam pembuktiannya,” demikian tertulis dalam RUU KUHP yang dibaca kabarmalang.com.

“Ketentuan ini dimaksudkan juga untuk mencegah secara dini dan mengakhiri praktik main hakim sendiri yang dilakukan oleh warga masyarakat terhadap seseorang yang dituduh sebagai dukun teluh (santet),” tegasnya.

KUHP yang dipakai saat ini dibuat pada 1830 di Belanda dan dibawa ke Indonesia pada 1872. Pemerintah kolonial memberlakukan secara nasional pada 1918 hingga saat ini.

Advertisement Gempur Rokok Ilegal Bea Cukai Malang
Klik untuk berkomentar

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Terpopuler

// width=
Marketing Kabarmalang.Com
Aktifkan Notifikasi OK Tidak Terimakasih