COVID-19
Kick Off Vaksinasi Anak, Pemerintah Indonesia Bidik 26,5 Juta Siswa
KABARMALANG.COM – Pemerintah Indonesia menyasar 26,5 juta anak untuk vaksinasi serentak dengan Sinovac yang mendapat restu BPOM.
Dr dr Maxi Rein Rondonuwu, DHSM MARS Dirjen P2P Kemenkes RI menegaskan ini dalam Dialog Produktif Senin, Vaksinasi Aman Untuk Anak (20/12) yang digelar KPC-PEN.
“Kick off berjalan lancar, dalam sistem kami terpantau 500 ribu anak SD. Tetapi, sasaran kami 26,5 juta anak. Ini baru seminggu berjalan, kami pantau peminatnya makin lama makin banyak,” kata Maxi.
Menurutnya, program vaksinasi anak ini akan menyasar kawasan dengan cakupan vaksinasi tinggi. Yaitu, daerah yang sudah minimal 70 persen tervaksin, dengan 60 persen lansia sudah vaksin.
“Daerah yang belum 70 persen, belum ada vaksinasi. Ini untuk mendorong vaksinasi dewasa dan lansia, supaya ada vaksinasi anak di daerah tersebut,” ujarnya.
Terkait hambatan dari orangtua yang menganggap anak masih sehat walau tanpa vaksin, Maxi menilai resistensi seperti ini tak hanya soal vaksinasi covid-19 saja.
Imunisasi lainnya pun acapkali mendapat sejumlah resistensi dari orangtua. Tetapi, dia mengingatkan bahwa vaksinasi tujuan utamanya bukan menunggu sakit.
“Vaksinasi itu kan sifatnya mencegah. Apalagi sekarang mereka sekolah tatap muka terbatas. Ketemu banyak orang, terus pulang dan di rumah ada orangtua dengan komorbid. Bahaya,” tambahnya.
Kabar Lainnya : Terima Dana Hibah, 9 Prodi ITN Malang Terapkan Kurikulum Kampus Merdeka.
Prof Dr Sri Rezeki Hadinegoro, Ketua Indonesian Technical Advisory Group on Immunization (ITAGI) juga senada.
Menurutnya, walaupun anak usia 6 sampai 11 tahun berpotensi mendapat gejala ringan, mereka tetap menjadi pembawa virus.
“Terutama kalau anak kan bisa menulari orangtua di rumah yang mungkin ada komorbid. Kemudian, ada juga anak dengan komorbid seperti diabetes, jantung bawaan atau asma. Kalau kena covid, bisa gejala berat,” terangnya.
Dengan vaksinasi, anak SD yang kini akan pembelajaran tatap muka bakal lebih aman bersekolah.
“Bukan cuma guru dan staf, anak-anak juga harus dapat imun. Supaya tidak tular menular di sekolah. Jangan sampai sekolah tatap muka buka, malah ada klaster baru,” tuturnya.
Selain itu, Sri Rezeki juga menyebut, anak merupakan super spreader. Ini berdasarkan data penyebaran di luar negeri. Di negara lain, anak mendapat label super spreader.
“Karena, orang dewasa menganggap anak lucu, kemudian menggendong dan mencium, tetapi ternyata anak tersebut OTG. Ini yang tidak kami harapkan,” jelasnya.
Sementara itu, Seto Mulyadi, Ketua LPAI menegaskan, kesuksesan vaksinasi akan bergantung pada orangtua.
“Penjelasan pada orang tua lebih penting. Pemberantasan hoaks juga wajib. Kemudian, agar vaksinasi ramah anak, perlu ada penciptaan bahasa yang mereka mengerti. Misalnya lewat dongeng atau cerita,” kata Kak Seto, sapaannya.
Kak Seto mencontohkan, perlu ada iklan anak yang menggambarkan bila ingin bertemu nenek, harus vaksin dulu.
Atau, bila ingin bertemu dan bermain dengan teman-teman di sekolah, perlu vaksin dahulu.
“Harus kreatif, ciptakan lagu bahwa vaksinasi itu sahabat mereka. Dengan begitu, bisa ada sinkron di dalam keluarga. Anak paham lewat bahasanya, orangtua juga demikian,” tegas Kak Seto.(carep-04/yds)
- Edukasi3 tahun yang lalu
Server Ujian Down, Mahasiswa UT Sambat
- Edukasi3 tahun yang lalu
Server Ujian UT Disoroti DPR RI
- Ekbis4 tahun yang lalu
Pancasila Sebagai Landasan Dasar Negara
- Hukrim3 tahun yang lalu
Merampok dan Memperkosa, Pria Donomulyo Didor
- Ekbis5 tahun yang lalu
Sumber Gentong Buat Ngadem, WSG Pilihan Kuliner
- Peristiwa3 tahun yang lalu
Kereta Tanpa Lokomotif Jalan Sendiri Dari Stasiun Malang Kota Baru
- Edukasi3 tahun yang lalu
Penundaan Ujian UT, Ini Kata Warek 3
- Serba Serbi4 tahun yang lalu
Pintu Tol Madyopuro Resmi Beroperasi