Connect with us

Uncategorized

Menyusun Gerakan Pembangkangan Sipil yang Konstitusional

Diterbitkan

,

Foto: Firdaus, S.H., (Penulis) Staff Hukum di Kantor Advokat Edi Rudianto & Rekan

KABARMALANG.COM – Melansir dari berita Gelora.Com tanggal 6 Oktober 2020 yang bertajuk Undang-Undang Cipta Kerja Diketok, ahli hukum UGM serukan pembangkangan sipil, hal demikian merupakan pandangan hukum Zainal Arifin Mochtar karena melihat UU Cipta Kerja telah cacat formil.

Menurut pandangan beliau sipil perlu melakukan pembangkangan, pembangkangan yang dimaksud adalah memperhatikan baik-baik jangan sampai membiarkan begitu saja keberadaan Undang-Undang Cipta Kerja dan sangat perlu adanya tekanan publik yang kuat sehingga Presiden sebagai pengusung Undang-Undang menimbang kembali atau setidak-tidaknya memberikan pernyataan politik.

Pembangkangan tersebut secara konstitusional telah diatur sebagaimana dalam ketentuan Pasal 28 E Undang-Undang Dasar 1945 bahwa negara menjamin hak untuk berserikat dan mengeluarkan pendapat.

Hak tersebut merupakan hak asasi manusia yang dijamin oleh konstitusi itu sendiri sebagai hak dasar yang dibawa sejak lahir.

Kemudian bentuk pembangkangan sipil juga diatur dalam Pasal 1 dan Pasal 2 Undang-Undang No. 9 Tahun 1998 Tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum pada intinya menyatakan bahwa setiap orang berhak untuk menyampaikan pendapat di muka umum baik secara lisan maupun tulisan serta berkelompok maupun perorangan.
Dalam Undang-Undang ini juga diatur bahwa model pembangkangan sipil dapat dilakukan dengan unjuk rasa, pawai, rapat umum, atau mimbar bebas (Vide : Pasal 9) dan semua itu memperoleh perlindungan hukum (Vide : Pasal 5).

Selain itu dalam convena internasional tentang hak sipil dan politik sebagaiman diratifikasi melalui Undang-Undang No. 12 Tahun 2005 dalam Pasal 22 menyatakan bahwa kebebasan berserikat termasuk membentuk dan bergabung merupakan hak setiap orang, termasuk hak untuk berpendapat dan berpikir yang dihormati dan dijamin oleh negara tanpa bisa di tuntut _(cogitotionis poenam nemo petitur)._

Jadi sebetulnya pembangkangan sipil telah diatur dalam undang-undang dan telah melekat menjadi hak asasi setiap orang, terkait penolakan merupakan upaya sipil terhadap Undang-Undang Cipta Kerja yang dianggap kaku dan tidak berpihak kepada masyarakat, sehingga upaya itu menjadi _conditionally constitutional_ (pelaksanaan undang-undang dengan syarat) dan _limited constitutional_ (penundaaan pelaksanaan undang-undang).

Selain melakukan penolakan melalui aksi masa dan lain sebagainya, pembangkangan sipil juga dapat dilakukan melalui judicial review atas Undang-Undang Cipta Kerja terhadap Undang-Undang Dasar 1945 ke Mahkamah Konstitusi.

Pengujuan JR karena Undang-Undang Cipta Kerja dirasa bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 _(open legal policy)_ oleh karenanya berdasarkan asas _Lex superior derogat legi inferiori_ maka Undang-Undang Cipta Kerja dicabut dan tidak berlakukan lagi.

Upaya JR lagi-lagi adalah hak konstitusional warga Negara yang telah dijamin oleh konstitusi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Mahkamah Konstitusi, Pasal 51 ayat 1 menjadi legal standing bagi warga Negara yang mengajukan permohonan karena hak konstitusionalnya telah dirugikan dengan berlakunya Undang-Undang tersebut.

Berdasarkan uraian diatas, pada akhirnya penulis menyimpulkan :
1. Pembangkangan sipil merupakan hak konstitusional yang telah dijamin oleh Undang-Undang, pembangkangan itu dapat dilakukan melalui unjuk rasa, pawai, rapat umum, maupun mimbar bebas yang dilakukan secara sendiri-sendiri maupun berkelompok.

2. Pembangkangan sipil secara konstitusional juga dapat dilakukan juga melalui permohonan uji materiil ke Mahkamah Konstitusi atas hak konstitusi yang dirugikan akibat berlakunya Undang-Undang Cipta Kerja.(*)

Advertisement Gempur Rokok Ilegal Bea Cukai Malang
Klik untuk berkomentar

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Terpopuler

// width=
Marketing Kabarmalang.Com
Aktifkan Notifikasi OK Tidak Terimakasih