Edukasi
Doktor UB Mengabdi, Sosialisasi Mitigasi Bencana Di Brau

KABARMALANG.COM – Tim Doktor Mengabdi Universitas Brawijaya (DM UB) sosialisasi mitigasi bencana tanah longsor pada warga Dusun Brau Desa Gunungsari Kecamatan Bumiaji Kota Batu.
Dusun Brau terpilih sebagai lokasi mitigasi. Karena pada awal Februari 2021 lalu terjadi bencana alam tanah longsor.
Bencana alam tersebut mengakibatkan warga menempati tenda keluarga di pengungsian dari BPBD Kota Batu.
Prof Dr Sunaryo SSi MSi, Prof Drs Adi Susilo MSi PhD, Dr Ir Runi Asmaranto ST MT dan Arief Andy Soebroto ST MKom, melakukan sosialisasi doktor mengabdi secara luring kepada warga.
Prof Dr Sunaryo SSi MSi mengabarkan, ada beberapa rekomendasi bagi warga terkait upaya mitigasi bencana.
Salah satunya adalah menemukan lokasi bidang longsor yang stabil dan tidak stabil.
“Sebagai upaya mitigasi bencana, lokasi yang bidang longsornya stabil dapat langsung rekomendasi sebagai tempat penampungan atau relokasi penduduk,”katanya, Selasa (9/11), dalam siaran pers.
Lokasi bidang tanah yang stabil itu terletak di bagian timur-tenggara dari lokasi penelitian.
Sementara, lokasi yang tidak stabil menurutnya membutuhkan rekayasa sebagai upaya mitigasi.
Misalnya, mengurangi kelebihan ketebalan atau beban batuan yang terdapat di atas bidang longsor pada lintasan yang tidak stabil.
Atau membuat bangunan sipil berupa tembok penahan atau bor pile (paku bumi) sampai pada kedalaman minimal.
Kemudian melakukan eco-engineering melalui penanaman vegetasi yang berakar paku dan/atau berakar merayap.
Setelah itu melakukan pemasangan rambu-rambu dan EWS (Early Warning System). Terakhir, melakukan edukasi masyarakat (penerapan protocol mitigasi bencana).
Sedangkan Prof Drs Adi Susilo MSi PhD menjelaskan mengenai temuan retakan-retakan yang ada di permukaan tanah.
Warga bisa segera menutup dengan menggunakan lempung. Atau tanah serta bisa dinjak-injak saja supaya aliran air tidak masuk ke retakan.
Di desa Brau, Tim DM rencananya juga akan membuat sistem peringatan dini atau Early Warning System (EWS) dengan sensor musim hujan.
Jika musim hujan, maka tampungan air di dalam tanah akan dialirkan agar mengendap lama di dalam tanah.
Curah hujan sangat mempengaruhi longsor dan ada beberapa jenis tanah yang sensitif seperti lempung.
Tanah lempung yang terkena hujan lebat menyebabkan dorongan air di dalam tanah yang tinggi massa tanahnya pun bisa ikut jebol.
“Berbeda dengan tanah pasir yang dorongannya rendah. Sehingga jika ada retakan maka segera tutup,” kata Dr Ir Runi Asmaranto ST MT di tengah-tengah diskusi.
Arief Andy Soebroto, ST MKom menambahkan bisa ada pengukuran parameter berdasarkan titik-titik kritis.
Antara lain curah hujan tinggi dan kondisi tanah.
“Kalau kondisi tanahnya kering tidak ada hujan mungkin tidak ada longsor. Nah di situ kita bisa tahu sensor endapan tanah,” katanya.
“Pendeteksi sensor ini bisa mengetahui kandungan air yang ada di dalam tanah. Kalau terlalu jenuh maka akan terjadi longsor,” tutupnya.
Dokter mengabdi merupakan salah satu program Universitas Brawijaya untuk membantu kebutuhan atau mengatasi permasalahan yang ada di masyarakat.(carep-04/yds)






















