Serba Serbi
Polemik Penebangan Pohon di Panderman Gravity Park

KABARMALANG.COM – Polemik penebangan pohon di Panderman Gravity Park. Banyak pihak yang tengah menyorot dan meminta sikap kita.
Menurut beberapa narasumber, bahwa beberapa pohon yang di tebang tersebut berada di area Tanah Kas Desa (TKD) Pesanggrahan.
Sikap kita dalam merespon kejadian tersebut harus kita awali dengan memahami dulu secara paripurna perihal status tanah.
Kemudian atas dasar apa pohon itu dulu di tanam dan kenapa pohon itu harus di tebang.
Kita tidak bisa menafikkan tiga substansi tersebut.
Setiap menyikapi permasalahan yang sedang bergulir di masyarakat perlu kiranya kita mendasari setiap argumen dengan legal standing yang jelas dan kokoh.
Selanjutnya tidak boleh siapapun sembrono dalam membangun opini diera informasi sekarang ini.
Kita pahami dulu tiga hal tersebut.
Untuk menyimpulkan bahwa penebangan pohon itu sudah di benarkan secara yuridis formal ataukah malah menabrak hukum positif yang ada.
Mari kita lihat kriteria hutan di negara kita, di mana ada hutan negara, hutan rakyat atau hutan hak, hutan adat.
Undang-undang no.41 tahun 1999, tentang kehutanan pasal 5 di sebutkan, bahwa menurut statusnya hutan terdiri dari hutan Negara dan hutan hak.
Hutan hak adalah hutan yang berada pada tanah yang di bebani hak atas tanah. Dalam penjelasannya, di tegaskan bahwa hutan hak yang berada pada tanah yang di bebani hak milik lazim di sebut hutan rakyat.
Terkait dengan itu, satu yang menarik lagi adalah dalam pasal yang sama pada ayat (2) di sebutkan bahwa hutan negara sebagaimana pada ayat (1) huruf a, dapat berupa hutan adat, pada perkembangannya di batalkan oleh keputusan Mahkamah Konstitusi (MK).
Putusannya no. 35/PUU-X/2012 yang menegaskan, bahwa Hutan Adat adalah hutan yang berada di wilayah adat dan bukan lagi Hutan Negara.
Lalu hutan apa ? Hutan hakkah ? Tidak juga, karena Menteri Kehutanan waktu itu, mengeluarkan Surat Edaran (SE) no. No SE 1/Menhut-II/2013 yang di tujukan kepada Gubernur, Bupati atau Wali Kota dan Kepala Dinas Kehutanan seluruh Indonesia.
Penetapan kawasan hutan adat tetap berada pada Menteri Kehutanan. Surat Edaran tersebut mensyaratkan Peraturan Daerah untuk untuk penetapan kasawan hutan adat oleh Menhut (Kementerian Kehutanan RI).
Perkembangan selanjutnya terbit peraturan menteri LHK no.P32/2015, tentang hutan hak, di tegaskan bahwa hutan hak terdiri dari hutan adat dan hutan perorangan atau badan hukum.
Namun demikian, untuk menjadi hutan hak, hutan adat dan hutan perorangan atau badan hukum harus mengajukan permohonan penetapan kawasan hutan hak kepada Menteri LHK dengan syarat syarat tertentu.
Khusus untuk hutan adat untuk menjadi hutan hak, salah satu syaratnya adalah melalui peraturan daerah (perda) yang terikat dalam UU no. 41/1999 pasal 67, tentang masyarakat hukum adat.
Lalu pertanyaannya adalah apa artinya keputusan MK tahun 2012 tersebut kalau hanya mengeluarkan hutan adat dari hutan Negara, toh tanpa keputusan MK pun prosesnya tetap sama.
Apa mesti menunggu RUU masyarakat hukum adat menjadi undang undang, toh pada kenyataannya tak kunjung di bahas di DPR
{Quo Vadis Kehutanan Indonesia}.
Jika pohon-pohon yang di tebang itu berada di hutan hak, maka berlaku ketentuan bahwa segala pohon yang tumbuh di luar kawasan hutan seperti hutan hak atau hutan milik atau hutan rakyat, tegalan, kebun, pekarangan, pematang sawah, pinggir jalan yang merupakan milik perorangan atau tanah lain yang di bebani hak perorangan tidak memerlukan izin penebangan.
Yang juga perlu kita tanyakan adalah, apakah di Kota Batu ini sudah ada Peraturan Daerah (Perda) tentang Penebangan Pohon yang berada di luar Tanah Negara ?
Kalau Perda itu sudah hadir, maka bisa di gunakan sebagai legal standing dalam penyelesaian permasalahan sebagaimana di Dusun Tuyomerto, Pesanggrahan itu.
Selanjutnya perlu juga di mintai keterangan kepada pihak pengelola TKD Pesanggrahan tersebut, bahwa adakah dokumen atau histori yang masih bisa di baca, tentang asal mula penanaman pohon-pohon itu dulu di maksudkan untuk apa.
Apabila tertera di sana di maksudkan untuk reboisasi maka haram hukumnya kalau di tebang secara sepihak.
Yang terakhir perlu di tanya juga kepada pihak penanggungjawab penebangan pohon-pohon tersebut, bahwa adakah alasan yang kuat sehingga pohon tersebut harus di tebang.
Mengingat bahwa pada saat ini konservasi hutan dan lahan menjadi perhatian Pemerintah Republik Indonesia, yang merujuk pada regulasi internasional WWF (World Wide Fun For Nature).
Kesimpulannya adalah bahwa pihak terkait, serta para pihak yang berkompeten di Kota Batu harus segera menengahi dan menyelesaikan persoalan penebangan pohon-pohon (Eucalyptus ataukah Pinus ?) di area Gravity Park, Dusun Toyomerto, Pesanggrahan, Kecamatan Batu, Kota Batu tersebut.
Agar permasalahan yang terus berkembang ini segera dapat di selesaikan secara bijak sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Catatan Redaksi: Drs. Mulyono adalah mantan Jurnalis Senior Malang Raya. (*)
-
Edukasi3 tahun yang lalu
Server Ujian Down, Mahasiswa UT Sambat
-
Edukasi3 tahun yang lalu
Server Ujian UT Disoroti DPR RI
-
Ekbis4 tahun yang lalu
Pancasila Sebagai Landasan Dasar Negara
-
Hukrim3 tahun yang lalu
Merampok dan Memperkosa, Pria Donomulyo Didor
-
Ekbis4 tahun yang lalu
Sumber Gentong Buat Ngadem, WSG Pilihan Kuliner
-
Peristiwa3 tahun yang lalu
Kereta Tanpa Lokomotif Jalan Sendiri Dari Stasiun Malang Kota Baru
-
Edukasi3 tahun yang lalu
Penundaan Ujian UT, Ini Kata Warek 3
-
Serba Serbi4 tahun yang lalu
Pintu Tol Madyopuro Resmi Beroperasi